Sejarah Lagi: Khalifah Adil dan Dzalim





Ulama hebat, menantu Abu Hurairah, dia adalah Saad bin Musayyb, pernah disiksa Khalifah Abdul Malik bin Marwan, dicambuk, direndam saat musim dingin, bahkan dirantai dan dibawa keliling pasar. 

Selanjutnya khalifah Umar bin Abdil Aziz, ponakan sekaligus menantu Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Selain pemimpin, beliau juga merupakan ulama. Beliau membuat dua kebijakan yang memiliki peran besar dalam penyebaran ilmu agama.

Pertama, beliau mengirim da'i ke berbagai wilayah untuk mengajarkan ilmu agama. Persis seperti yang dilakukan Khalifah Umar bin Khattab.  

Kedua, perintah untuk menulis dan mencetak karya ulama. Alasan beliau, hawatir ilmu agama hilang gara-gara banyaknya ulama yang wafat.

Artinya, sistem khilafah tidak menjamin adanya keadilan. Bisa adil, seperti Umar bin Abdil Aziz, juga bisa tidak adil, seperti Abdul Malik bin Marwan. Tergantung perangkat yang menjalankannya.

Buktinya, banyak khalifah  yang diktator. Salah satunya adalah Abdul Malik bin Marwan. Sebenarnya, khalifah di sini adalah istilah yang biasa diucapkan. Padahal lebih tepatnya bukan khalifah, tapi raja, karena sabda Nabi khilafah itu hanya 30 tahun. Itu semua selesai setelah Sayyidina Hasan melakukan pemunduran diri.

Banyak kisah para raja -yang diistilahkan khalifah- yang diktator. Seperti di masa Imam Asy'ari. Bahkan Imam al-Buwaithi, salah satu murid terhebat Imam Syafi'i harus wafat di dalam penjara, setelah mendapat kriminalisasi dari raja saat itu.

Terlepas dari hal itu kita juga tidak boleh anti terhadap sistem khilafah. Khalifah itu juga banyak yang baik dan adil. Seperti yang terkenal, Umar bin Abdul Aziz, Muhammad al-Fatih, Abdul Hamid II dan lain-lain. Tapi juga ada yang tidak baik dan tangan besi. 

Ala kulli hal, masa-masa yang disebut khilafah itu adalah masa kejayaan Islam. Islam di masa itu menjadi ujung tombak perekonomian dunia. Menjadi negara adidaya. Seperti Amerika dan Tiongkok saat ini. Buktinya, mata uang VOC ketika pertama kali menjajah Indonesia masih menggunakan bahasa Arab, yang artinya perekonomian Nusantara saat itu dikuasai Umat Islam. Kekuasaan para khalifah juga dirasakan bangsa Nusantara. 

Lalu, apakah kita akan mendirikan negara dengan sistem khilafah? Ya tidak perlu lah. Tidak ada kewajiban menjalankan sistem khilafah kok. Apalagi khilafah HTI. Bisa-bisa, jika HTI berkuasa maka semua akan dipaksa meyakini akidah sesat mereka. Seperti waktu Muktazilah menjadi aliran resmi kekhilafahan. Kita harus seimbang: tidak perlu mendirikan, tidak perlu anti keterlaluan. 

Satu lagi, nanti Imam Mahdi  akan disebut khalifah loh. Kalau opini anti khilafah ini terus digaungkan, hawatir generasi kita mengingkari kekhilafahan Imam Mahdi pula. Karena terlalu alergi pada khilafah. So. Biasa-biasa wae...

Sumber Foto: Ust. Alil Wafa (FB)
Oleh: Luthfi Abdullah Tsani

Comments

Popular posts from this blog

Bu Risma: Dari Blusukan ke Pilgub DKI

Nalar Fiqih Jual Beli Online

Emas dan Perak Bukan Lagi Barang Ribawi