Marah Ternyata Mulia: Statement Cerdas Sulthonul Ulama.
Saya awali dengan diksi yang mampu mengaktifkan logika kita. Orang yang tidak marah saat memergoki istrinya selingkuh berarti dia tidak waras. Minimal dia perlu dirukyah. Orang yang seperti ini bukan sabar. Tapi lemah.
Mari kita lanjut. Ada sebagian golongan yang mulai merusak pemikiran umat Islam dengan menyebarkan isu yang menyudutkan orang-orang yang 'marah' saat menyaksikan maksiat Allah dipertontonkan. Mereka diberi label Islam Garis keras, tidak toleran dan istilah-istilah lain yang menyebabkan publik tidak menyukainya.
Sebaliknya, orang-orang yang suka menyebarkan isu miring itu mendeklarasikan sepihak bahwa dirinya adalah orang-orang yang ramah. Sikap mereka adalah manifestasi dari Islam yang 'Rahmatan lil Alamin.'
Pernyataan sedemikian mudah sekali diuji. Biasanya, mereka akan marah jika kesalahan figur atau ormas yang mereka anut dibeberkan. Saat terjadi kejadian seperti ini mereka akan berubah garang. Tidak ramah seperti yang mereka koar-koarkan. Mereka akan kembali berubah menjadi 'ramah' saat ajarah Allah dilecehkan. Bahkan saat Nabi dihina mereka juga akan merasa 'tenang'.
Lantas, benarkah sikap sedemikian?
Mari kita contoh sikap suri teladan umat Islam, Rasulullah -Sallalahu 'alaihi wa Sallam-. Rasulullah adalah satu-satunya orang yang benar-benar bersikap Rahmatan lil Alamin. Tapi, bukan berarti Rasulullah tidak pernah marah. Istri Beliau, Sayyidah 'Aisyah bercerita bahwa Rasulullah akan marah jika ajaran-ajaran Allah dilanggar.
مَا خُيِّرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ أَمْرَيْنِ إِلَّا اخْتَارَ أَيْسَرَهُمَا مَا لَمْ يَأْثَمْ فَإِذَا كَانَ الْإِثْمُ كَانَ أَبْعَدَهُمَا مِنْهُ وَاللَّهِ مَا انْتَقَمَ لِنَفْسِهِ فِي شَيْءٍ يُؤْتَى إِلَيْهِ قَطُّ حَتَّى تُنْتَهَكَ حُرُمَاتُ اللَّهِ فَيَنْتَقِمُ لِلَّهِ. أخرجه البخاري
“Rasul memilih perkara yg ringan jika ada dua pilihan selama tidak mengandung dosa. Jika mengandung dosa, Rasul akan menjauhinya. Demi Allah, beliau tidak pernah marah karena urusan pribadi, tapi jika ajaran Allah dilanggar maka beliau menjadi marah karena Allah (lillah).” (QS. Al-Bukhari).
Sikap Rasulullah seperti yang diceritakan Sayyidah 'Aisyah ini adalah hujjah yang paling kuat bahwa umat Islam semestinya menunjukkan sikap marah saat ada maksiat Allah dipertontonkan atau agama Allah dilecehkan. Entah, garang saat kesalahan figur atau ormas mereka dikritik dan sok ramah saat agama Allah dan Rasulullah dilecehkan, sikap seperti ini mencontoh siapa?
Lalu, saya ingin mengutip statement cerdas dari Imam Izzudin bin Abdissalam dalam Kitab 'Syajarotul Ma'arif', salah satu kitab favorit Gus Baha'.
والعاقل يعرف مظان الغضب لله فيغضب فيها ويعرف مظان التلطف فليتلطف فيها........ بخلاف العيي الذي يلين في مواطن الاغلاظ ويغلظ في مظان اللين
"Orang yang berakal tahu tempat harus marah dan tempat mesti lemah lebut..... Berbeda dengan orang bodoh yang lembut di saat harus keraa dan keras di tempat yang seharusnya lembut."
Ini yang disampaikan oleh Imam 'Izzuddin bin Abdissalam. Seorang ulama yang disebut 'Sulthonul Ulama'. Sepertinya, saat ini benar-benar terjadi seseorang yang lembut saat situasi menuntutnya untuk tegas dan garang di saat situasi mendorongnya untuk lembut. Ah. Hebat sekali ramalan Beliau. 😀
Imam 'Izzuddin melanjutkan,
فان الله خلق الغضب لدفع الضيم. فما احسن استعماله في دفع انتهاك حرمات الله
"Maka sesungguhnya Allah menciptakan marah untuk menolak ketidakadilan. Maka, betapa baiknya marah untuk menolak pelanggaran terhadap ajaran Allah".
Setelah membaca penjelasan Sulthonul Ulama' ini kita mulai menemukan titik terang bahwa menyudutkan orang-orang yang ingkar saat kemaksiatan dipertontonkan dengan sebutan garis keras atau istilah lain itu tidak tepat. Justru, sikap keliru telah dilakukan oleh orang-orang yang sok tenang ketika kemaksiatan dipajang. Apa lagi, jika marahnya hanya saat figur mereka dihina. Jelas, sikap seperti ini tidak memiliki landasan dalam agama.
Menyudutkan sikap tegas umat Islam saat ingkar melihat kemungkaran ini bukan tidak ada sebabnya. Jika dikaji dalam diskursus kontra liberal ini adalah bagian agenda kaum liberalis untuk membunuh karakter ingkari umat Islam. Sebagaimana sudah maklum, umat Islam mesti ingkar saat melihat maksiat. Minimal 'ingkar bil qolbi'. Ingkar di dalam hati. Agenda selanjutnya, setelah umat Islam menjadi kaum lemah yang enggan ingkar melihat penyelewengan mereka akan memasukkan doktrin untuk mulai membenarkan keyakinan yang menyimpang. Ini bukan kecurigaan. Tapi lebih kepada sikap kewaspadaan.
Nah. Untuk lebih meyakinkan lagi, saya akan kutip keterangan dalam kitab 'Al-Akhlak al-Matbuliyah'.
وفي الحديث ان شخصا يؤتى به يوم القيامة ومعه اعمال كأمثال الجبال فيؤمر به الى النار فتقول الملائكة: يا ربنا انه كان من اعماله كذا وكذا فيقول الله تعالى: بلى ولكنه كان لا يغضب اذا انتهكت حرمتي ولا يغضب لغضبي.
"Dikisahkan dalam sebuah Hadis, seseorang yang memiliki amal kebaikan seperti gunung malah diperintahkan untuk dijebloskan ke neraka. Malaikat heran. Ternyata penyebabnya adalah tidak marah saat larangan Allah dilanggar."
Tentu sikap marah ini akan mulia jika diletakkan pada tempat yang semestinya, sebagaimana yang disampaikan oleh Imam 'Izzuddin bin Abdissalam. Penjelasan tentang tema seperti ini disajikan dengan sanat gamblang oleh Beliau dalan kitab 'Syajarotul Ma'arif' di fasal 'Fis Sabbi fil Ingkar' dan 'Idzharul Karohiyah fil Ingkar'. Untuk lebih mantapnya, silahkan baca sendiri.
Wallahu A'lam
Oleh: Luthfi Abdoellah Tsani
Repost: Sarungijo96.blogspot.com
Link: http://sarungijo96.blogspot.com/2021/03/marah-ternyata-mulia-statement-cerdas.html
#KontraLiberal
#IslamGarisKeras
#IslamGarisLemah
#PokokNulis
Comments
Post a Comment