Peta Partai Politik dan Ramalan Capres 2024
Peta Partai Politik dan Ramalan Capres 2024
Sabtu, 9 Januari 2021.
SEJAK Indonesia melakukan pemilihan presiden langsung pada 2004 silam, bangsa ini telah memiliki dua presiden dari empat pemilu. Mereka berdua lahir dari partai yang memiliki ideologi kembar, sekalipun keduanya memiliki background yang berbeda. Pak SBY menjadi presiden setelah sebelumnya menjabat sebagai menteri dan Pak Jokowi berawal dari pengalamannya menjadi kepala daerah.
Secara umum garis Ideologi partai politik bisa dikrucutkan menjadi dua: Partai Nasionalis dan nomor dua Religius. Masing-masing dari kedua ideologi itu terpecah menjadi dua lagi: Nasionalis Konservatif, seperti PDIP, Demokrat, lalu Gerindra dan satunya lagi Nasionalis Terbuka, seperti Golkar, Nasdem, kemudian Hanura.
Dari kubu Religius sendiri bisa dipecah menjadi dua juga. Pertama, Religius Kaum Santri seperti PKB dan PPP. Lalu Religius Intelektual Modern, semisal PAN, PKS dan yang masih muda sekali, Partai Gelora.
Istilah religius ini sering disebut oleh orang-orang sebagai partai Islam. Tapi, penulis lebih suka menggunakan istilah lain.
Nah. Sepanjang presiden dipilih langsung oleh rakyat, pemenangnya selalu saja partai Nasionalis Konservatif. SBY dan Jokowidodo masing-masing diusung oleh Demokrat dan PDIP.
Lalu kita coba kembali ke pilpres 2014 dan 2019. Dualisme Jokowidodo dan Prabowo adalah kader partai Nasionalis Konservatif. Sekalipun, Prabowo pada saat pilpres 2019 seakan-akan dilantik menjadi calon presiden religius dengan disponsori PA212 dan GNPF, sebenarnya ras nasionalisnya tetap lebih kental.
Nah. Dalam sejarah pertarungan politik, partai-partai berideologi Nasional selalu berhasil mengalahkan partai berideologi religi. Tiga besar juara Pemilu 2019 adalah PDIP, Gerindra dan Golkar. Baru posisi ke empat ditempati PKB. Itupun dengan prolehan suara 9,69%. Selisih sekitar 2,6% suara dari Golkar yang ada di atasnya, atau sekitar 3.659.000 suara.
Di 2014 jauh lebih parah. Juara 1 sampai 4 ditempati partai Nasionalis. Selain tiga partai di atas, juga ada partai Demokrat di posisi ke empat, dengan prolehan 10% suara. Baru di Posisi ke 5 ada PKB dengan prolehan 9% suara.
Mari kita memulai ramalan. Melihat data di atas, bisa disimpulkan bahwa sejarah mencatat, Presiden Indonesia lahir dari 2 background yang berbeda. Ada yang lahir dari menteri dan ada yang lahir dari pemimpin daerah. Ini bisa dijadikan acuan untuk menebak calon presiden 2024 mendatang.
Pertarungan masih panjang. Tapi kans terbesar menjadi calon presiden di 2024 dimiliki oleh Gerindra dan PDIP lagi. Mereka berdua memiliki kader dengan elektabilitas bagus. Gerindra tentu memiliki Prabowo Subianto yang belakangan ini selalu menjadi juara dalam berbagai survey. Jika Prabowo tidak berkenan maju, maka kesempatan bagus itu dimiliki oleh Anis Baswedan. Anies memiliki hubungan yang bagus dengan Gerindra.
Lain ceritanya jika Prabowo maju, maka harus ada partai politik yang memperjuangkan Anies. Dalam hal ini, sepertinya PKS dan Nasdem akan bergandengan tangan. Keduanya harus membujuk satu partai lagi untuk bergabung, agar bisa mengusung calon presiden sendiri.
PKS sangat loyal kepada Pak Anies. Nasdem tampaknya juga begitu. Pak Anies dan Nasden punya ikatan masa lalu yang indah. Yah. Pak Anies salah satu deklarator partai itu. Melihat elektabilitas dan kepiawaian Pak Anies, sepertinya sayang kalau tidak dimanfaatkan kedua partai itu. Tapi, jumlah suara kedua partai itu jika digabungkan masih tidak memenuhi persyaratan Presidential Threshold. Perlu minimal satu partai lagi untuk dapat mengusung capres.
Satunya lagi PDIP. Kader paling menonjol partai ini adalah Pak Ganjar Pranowo, Gubernur Jateng. Tapi hari-hari ini elektabilitas beliau kurang meroket. Masih banyak waktu bagi PDIP dan Pak Ganjar untuk menggenjot elektabilitasnya. Nama lain seperti Puan Maharani bisa saja muncul. Tapi dibandingkan Puan, Pak Ganjar lebih populer. Paling tidak, jika pak Ganjar tidak berhasil meroket, Pak Prabowo akan bekerjasama dengan Ibu Puan.
Lalu bagaimana dengan Golkar? Sepertinya, sampai saat ini, kader Golkar belum ada yang naik ke permukaan. Golkar perlu bekerja keras sejak saat ini untuk mencari sosok yang pas untuk pertarungan akbar 2024. Jika tidak berhasil, maka nasibnya akan sama seperti partai lain yang tidak saya sebutkan namanya: hanya menjadi partai pendukung saja.
Demokrat juga sama. Kader terkuatnya AHY. Tapi AHY tidak menjadi menteri dan kepala daerah. Dia tidak banyak terekspos media. Akibatnya, elektabilitasnya susah naik. Demokrat perlu memutar otak untuk berani mengusung AHY. Sekalipun Demokrat ngotot mengusung AHY, sulit juga mencari partai koalisi. Siapa juga yang mau berkoalisi dengan capres yang elektabilitasnya rendah?!
Saya lupa. Ada nama Sandiaga Uno. Sayang sekali. Beliau sulit untuk maju di Pilpres 2024. Tentunya terkendala motor politik yang akan ditumpanginya. Jangankan menjadi capres, cawapres saja rasanya sulit. Kecuali ada keajaiban seperti di 2019.
Keajaiban? Silahkan pikir sendiri kenapa saya menggunakan istilah ini 😂
Comments
Post a Comment