Vaksin: Dari Ketakutan dan Kesempatan Mengembalikan Kepercayaan

Ketakutan dan Kesempatan Mengembalikan Kepercayaan.

(Rabu, 13 Januari 2021)

Ketika saya diajak ngopi oleh teman-teman atau sekedar ada acara ke luar, maka terpaksa saya harus pulang malam. Kadang baru pulang  jam 1 dini hari.

Padahal, setiap keluar rumah agak jauh, saya harus melewati 'muk leng-leng'. Ini sebuah tempat. Jalan raya yang mengelilingi bukit. Panjangnyan sekitar 1 KM lah. Tempatnya sepi. Sama sekali tak ada penghuni.

Awalnya, setiap lewat di 'muk leng-leng' saya takut. Dulu sering ada cerita. Di sana angker. Banyak hantunya. Kdang juga ada begal, katanya.

Setiap lewat di sana, saya mesti mengajak teman. Sebelum sampai di 'muk leng-leng' saya berhenti. Menunggu motor atau mobil dulu. Baru saya mengikuti dibelakangnya.

Kini, pasca saya boyong -sudah sekitar 1,5 tahun saya boyong, belum kawin tapi sudah hampir-  saya sering lewat di tempat itu. Bahkan minggu ini saja saya sudah 3 kali lewat dengan tenang. Padahal di atas jam 23. Tidak takut seperti dulu lagi.

Dulu saya takut karena belum terbiasa. Ngeri mendengar cerita hoax tentang hantunya. Setelah sekali mencoba dan terbiasa, rasa takut itu sudah sirna. 

Begitupula dengan vaksin ini. Saya anggap wajarlah publik takut. Mereka belum terbiasa. Pemerintah perlu memaklumi.

Saya rasa, kurang kreatif jika harus mengancam publik yang enggan divaksin. Kasihan publik yang terpaksa mau. Hanya gara-gara takut membayar denda atau ancaman lainnya.

Tugas pemerintah memang berat. Meyakinkan publik bahwa vaksin itu benar-benar aman. Sekali lagi, tugas pemerintah meyakinkan. Bukan mengancam. 

Publik sudah kewalahan bertahan hidup saat pandemi ini. Nyawa mereka terancam. Finansial mereka berantakan. Jangan diperparah dengan ancaman yang menakutkan.

Untuk meyakinkan, pemerintah jangan bekerja sendiri. Perlu menggandeng tokoh publik secara merata. Yakinkan dulu tokoh publik itu. Undang mereka menyaksikan vaksinasi gelombang pertama. Kalau ada yang rela, vaksin juga salah satu mereka.

Jika gelombang pertama itu berhasil, minta bantuan tokoh publik untuk mengampanyekan kepada masyarakat. Sekali lagi, tak usah pakai ancaman. Saya yakin, jika vaksin itu benar-benar aman, dan itu maslahat untuk umat, tokoh publik akan suka rela mengampanyekannya.

Tokoh publik yang saya maksud harus rata. Bukan tokoh publik yang selama ini pro pemerintah. Bukanpula ormas yang loyal pada penguasa. Jika hanya memanfaatkan tokoh dan ormas itu, saya yakin publik yang percaya ya itu-itu saja.

Bekerjasamalah dengan tokoh seperti UAS, Din Syamsuddin, Habib Jindan, UAH, Rizal Ramli dan tokoh-tokoh lain yang netral atau bahkan yang sering 'kejam' pada kebijakan. Agar publik yang percaya lebih merata.

Dalam keadaan mendesak seperti saat ini, tak perlu gengsi bekerjasama dengan tokoh-tokoh yang tajam. Pemerintah tak boleh menganggap mereka musuh. Di sinilah perlunya pemerintah merangkul semua kalangan. Sekalipun dia garang.

Terakhir. Program vaksinasi ini banyak ditolak oleh publik gara-gara mereka kehilangan kepercayaan. Maka, cara untuk mengembalikan kepercayaan itu adalah merangkul semua kalangan dan berhenti membuat publik merasa dibohongi.

Comments

Popular posts from this blog

Bu Risma: Dari Blusukan ke Pilgub DKI

Nalar Fiqih Jual Beli Online

Emas dan Perak Bukan Lagi Barang Ribawi